Bismillahirrohmaanirrohiim
Didalam Kitab Durrotun Naashihiin
Fii Al-Wa’izhin Wa Al-Irsyad, karya Syekh ‘Utsman bin Hasan bin Ahmad
Asy-Syakir Al-Khowbawiy. Beliau di antara Ulama yang hidup pada masa 13
Hijriyah. Beliau menyatakan didalam kitabnya ini Menerangkan Tentang Ruh. Pada
Majlis ke-59 Halaman 218-220, dalam Bab: Pembahasan Hijrah Untuk Taat Pada Allah.
KEADAAN RUH MENDATANGI RUMAHNYA.
Diriwayatkan oleh Shahabat Abu
Hurairah radhiyallah ‘anhu tatkala mati seorang mukmin ruhnya berkeliling /
berputar disekitar rumahnya selama sebulan, ia melihat apa yang ditinggal dari
hartanya, bagaimana dibagi warisannya, bagaimana dibayarkan hutang-hutangnya.
Tatkala sudah sempurna sebulan, maka ruhnya di kembalikan ke lubangnya, sesudah
sebulan sehingga terjadi hal ini sampai sempurna setahun. Maka si mayyit
melihat siapa yang mendoakan, siapa yang merasa sedih terhadap dirinya, apabila
sudah sempurna satu tahun, ruhnya diangkat menuju di mana semua ruh
berkumpul sampai hari kiamat. (Termaktub juga pada Kitab Daqo’iq al-Akhbaar)
KEADAAN HAMBA KETIKA DICABUT
NYAWA BERPAMITAN.
Didalam sebuah khobar disebutkan:
“Apabila seorang hamba sudah mulai naza’ (Nyawa akan tercabut) Malaikat Maut
(Izroil) berseru: “Biarkanlah dia agar bisa beristirahat”. Apabila ruh sudah
sampai di dada, Izroil berkata: “Biarkan dia agar bisa beristirahat”. Dan
apabila ruh sampai ditenggorokan maka terdengarlah seruan: “Biarkan dia agar
semua anggota badannya bisa saling berpamitan”. Mata berpamitan dengan mata
seraya berkata: “Semoga kesejahteraan untukmu sampai hari kiamat”. Demikian
juga kedua telinga, dua tangan dan dua kaki, sedangkan ruh berpamitan dengan
jasad. Kita berlindung diri kepada Allah Ta'ala dari pamitannya iman kepada
lisan dan pamitannya ma'rifat kepada hati. Maka tinggallah kedua tangan tanpa
gerak, dua kaki tanpa gerak, dua mata tanpa daya untuk melihat, dua telinga
tanpa daya untuk mendengar dan jasad tanpa ruh lagi. Bila hati tidak
berma'rifat (Mengenal) kepada Allah, maka bagaimanakah keadaan seseorang dalam
kuburnya, dia tidak bisa melihat ayah dan ibunya, anak dan handai-taulannya dan
tidak pula menemukan tempat tidur, saudara-saudaranya serta aling-aling (Hijab),
maka bila tidak bisa melihat Tuhan Yang Maha Mulia, sungguh dia dalam kerugian
yang amat besar”. (Termaktub juga di Kitab Zahrotu Ar-Riyadh).
KEADAAN HAMBA MENOLAK DICABUT DAN
TAKHLUK DENGAN RAYUAN ALLAH.
Diterangkan dalam sebuah hadits
juga: “Sesungguhnya ketika Malaikat Maut hendak mencabut ruh seseorang, maka seorang
hamba berkata:
Hamba berkata: “Aku tidak akan
memberikan apa-apa yang engkau belum perintahkan untuk itu”.
Malaikat Maut berkata: “Tuhanku
telah memerintahkan aku untuk itu”
Ruh itu minta tanda bukti
darinya, ia berkata,
Ruh berkata: “Sungguh Tuhanku
telah menciptakan dan telah memasukkan aku ke dalam jasadku, pada waktu itu
kamu tidak ada padaku dan sekarang kamu akan mengambilku”.
Maka Malaikat Maut kembali kepada
Allah Ta'ala dan mengadu.
Malaikat Maut berkata: “Sungguh
hamba Engkau Fulan berkata demikian dan demikian serta minta tanda bukti”.
Allah berfirman: “Ruh hamba-Ku
itu telah benar. Hai Malaikat Maut pergilah engkau ke surga dan ambillah sebuah
apel yang diatasnya ada tanda-Ku kemudian tunjukkan kepada ruhnya”.
Malaikat Maut pun pergi ke surga
dan mengambil sebuah apel yang di atasnya tertulis “Bismillaahirrohmaanirrohiimi”
kemudian ditunjukkan kepada ruh itu. Dan tatkala ruh itu melihat tanda itu maka
keluarlah dia dengan semangat”. (Termaktub juga di Kitab Zahrotu Ar-Riyadh).
Didalam Kitab Durrotun Naashihiin
Fii Al-Wa’izhin Wa Al-Irsyad, karya Syekh ‘Utsman bin Hasan bin Ahmad
Asy-Syakir Al-Khowbawiy. Beliau di antara Ulama yang hidup pada masa 13
Hijriyah. Beliau menyatakan didalam kitabnya ini Menerangkan Tentang Ruh. Pada
Majlis ke-59 Halaman 218-220, dalam Bab: Pembahasan Hijrah Untuk Taat Pada
Allah.
KEADAAN HAMBA DAPAT MELIHAT
TEMPAT RUHNYA SETELAH KEMATIAN DISURGA ATAU DINERAKA.
Diriwayatkan dari Nabi Saw,
beliau bersabda: Ruh orang mukmin tidak akan keluar sebelum ia melihat
tempatnya di surga, maka tidak melihat orang tuanya dan anak-anaknya pada saat
itu dan ruh orang Munafik (Kafir) tidak akan keluar sebelum dia melihat tempatnya
di neraka, maka tidak melihat orang tuanya dan anaknya disaat itu.
Mereka (para sahabat) bertanya,
Sahabat bertanya: “Wahai Rosulullah,
bagaimana orang mukmin bisa melihat tempatnya di surga dan orang kafir
bisa melihat tempatnya di neraka?”.
Nabi bersabda: “Sesungguhnya
Allah Ta’ala menciptakan Malaikat Jibril dengan sebaik-baik bentuk yaitu 100.000
bentuk dan mempunyai 24.000 sayap. Diantara sayap-sayap itu terdapat dua sayap
berwarna hijau seperti sayap burung merak. Apabila dia menebarkan sayapnya maka
akan memenuhi ruangan langit dan bumi. Pada sayap kanannya terdapat lukisan
surga serta segala isinya, bidadari, istana, kamar-kamar bertingkat, para
khodim, para pelayan dan anak-anak. Sedang pada sayap kirinya terdapat lukisan
neraka jahanam beserta segala isinya, ular, kalajengking, kamar-kamar
bertingkat rendah dan Malaikat Zabaniyah.
Maka apabila ajal seorang hamba
telah tiba maka masuklah sekelompok Malaikat pada urat-uratnya dan menyerap
ruhnya dari kedua telapak kaki sampai kedua lututnya kemudian keluar. Dan
masuklah sekelompok Malaikat yang ketiga dan menyerap ruhnya dari perut sampai
ke dadanya kemudan keluar. Dan masuklah sekelompok Malaikat yang keempat dan
menyerap ruhnya dari dada sampai ketenggorokannya. (Sebagaimana Firman Allah
ta'ala: “Maka kalau engkau bisa mengapa tidak engkau kembalikan ketika ruh
sudah sampai ke tenggorokan padahal) ketika itu kamu sekalian melihat waktu
naza’ (Nyawa akan dicabut)”. Pada waktu itu apabila dia seorang Mukmin maka
Jibril as menebarkan sayapnya yang kanan sehingga dia melihat tempatnya di
surga dan dia merindukan serta terus memandangnya dan tidak mau melihat lainnya
walaupun itu ayah, ibu atau anak-anaknya oleh karena rindunya kepada tempat
itu. Dan apabila dia seorang Munafik maka malaikat Jibril as menebarkan
sayapnya yang kiri sehingga dia melihat tempatnya di Neraka Jahannam dan dia
terus memelototinya dan tidak bisa melihat yang lain walaupun itu ayah, ibu
ataupun anak-anaknya sendiri oleh karena susahnya terhadap tempat itu. Maka
berbahagialah orang yang kuburnya merupakan pertamanan dari beberapa pertamanan
Surga dan celakalah orang yang kuburnya merupakan jurang dari beberapa jurang Neraka.
(Termaktub juga pada Kitab Kanzu Al-Akhbari).
Didalam Kitab Durrotun Naashihiin
Fii Al-Wa’izhin Wa Al-Irsyad, karya Syekh ‘Utsman bin Hasan bin Ahmad
Asy-Syakir Al-Khowbawiy. Beliau di antara Ulama yang hidup pada masa 13
Hijriyah. Beliau menyatakan didalam kitabnya ini Menerangkan Tentang
Seruan-Seruan Ruh Setelah Keluar dari Badan. Pada Majlis ke-59 Halaman 220,
dalam Bab: Pembahasan Hijrah Untuk Taat Pada Allah. Pembahasan ini termaktub
juga pada Kitab Daqa’iq al-Akhbaar Fii Dzikr al-Jannah Wa an-Naar, karya Syekh
Al-Imam Abdurrahiim bin Ahmad al-Qadhi. Pada Bab: Menerangkan tentang
Seruan-seruan Kepada Mayyit, halaman 37.
Seruan-Seruan Ruh Setelah Keluar
dari Badan.
Dalam khobar menyebutkan, bahwasannya
tatkala ruh berpisah dari badan, ada seruan dari langit tiga jeritan: “Hai Bani
Adam (manusia), apakah kamu meninggalkan dunia atau dunia meninggalkan kamu?, ataukah
kamu mengumpulkan dunia atau dunia mengumpulkanmu?, ataukah kamu membunuh dunia
atau dunia membunuh kamu?”. Dan apabila mayyit diletakkan di atas tempat
mandinya, ada seruan tiga jeritan: “Hai Bani Adam, dimana sekarang badanmu yang
kuat? Alangkah lemahnya kamu. Dimana lidahmu yang fasih? Betapa kamu diam tak
mampu berkata. Dimana kekasih-kekasihmu? Betapa kamu sekarang sendiri
kesepian.“ Dan apabila mayyit diletakkan di kafan, ada seruan tiga
jeritan: “Hai Bani Adam sekarang kamu akan pergi jauh tanpa bekal, keluar dari
rumahmu tak akan kembali, kamu dulu dapat menaiki kuda/kendaraan dan sekarang
kamu tidak dapat menaikinya kembali, kamu akan bertempat di rumah yang lebih
menakutkan.” Dan apabila mayyit sudah diletakkan di keranda, ada seruan tiga
jeritan: “Hai Bani Adam, beruntunglah kamu jika sudah bertobat, beruntunglah
kamu jika amalmu baik disertai mendapat keridhoan Allah Ta’ala, dan celakalah
kamu jika disertai murka Allah Ta’ala.” Jika mayyit diletakkan untuk
disholatkan ada seruan tiga jeritan: “Hai Bani Adam, setiap amal yang kamu
kerjakan akan kamu lihat, jika amal itu baik kamu akan melihat baik, jika amal
itu jelek kamu akan melihatnya jelek.” Dan apabila jenazah diletakkan di
pinggir liang kubur, maka ada tiga jeritan: “Hai Bani Adam, kamu tidak membawa
bekal untuk persiapan membangun bangunan di tempat kehancuran (kubur), dan kamu
tidak memanfaatkan kekayaanmu untuk persiapan kebutuhanmu di dalam kubur, dan
kamu tidak membawa nur untuk persiapan gelapnya alam kubur.” Apabila mayyit
diletakkan di liang lahat, ada seruan tiga jeritan: “Hai Bani Adam, kamu dulu
bisa tertawa diatas bumi dan sekarang kamu akan menangis di perut bumi. Dahulu
kamu bisa bersenang-senang diatas bumi, sekarang kamu akan bersedih di dalam
perut bumi. Dahulu kamu bisa berbicara di atas bumi, sekarang kamu diam tak
dapat bicara.” Apabila manusia sudah berpaling pergi dari mengantar jenazahnya,
maka Allah Ta’ala berfirman: “Hai hamba-Ku, kamu tertinggal seorang diri,
mereka yang mengantarkanmu meninggalkanmu dalam gelapnya kubur. Kamu telah
durhaka kepada-Ku, karena manusia, karena istri dan anak, pada hari ini Aku
kasihani kamu dengan belas kasih yang semua mahluk akan heran, Aku lebih kasih
dari pada kasihnya ibu terhadap anaknya.”
Astaghfirullah… Faghfirliy
Fainnaka Laa Yaghfiru Dzunub Illa Anta.
Subhannallah Wabihamdihi,
Subhannalahil ‘Azhim.
Demikian. Wallahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar