Bismillahirrohmaanirrohiim
Jangan
Mencaci, Mencela dan Merendahkan serta Memberikan Panggilan Buruk ke Orang Lain
Allah
SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Yaa
ayyuhhal ladziina aamanuu laa yaskhor qoumum ming qoumin 'asaa ay yakuunuu
khoirom minhum wa laa nisaa’um min nisaa’in 'asaa ay yakunna khoirom minhhunna
wa laa talmizuu angfusakum wa laa tanaabazuu bil alqoobi bi’sal ismul fusuuqu
ba'dal imaani wa mal lam yatub fa ula ika hhumudzhoolimuun
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan
kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.
Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi
yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan
jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al-Hujarat 11).
Jangan sampai kita menghina atau
mencaci dan mencela orang lain, sebab siapa tahu yang kita benci lebih bagus/lebih
baik daripada (kita) orang yang membenci. Siap tahu yang kita hina lebih bagus/sholeh
daripada (kita) yang menghina. Untuk membendung dan mengendalikan itu, buanglah
perasaan: lebih bagus/baik kita daripada orang lain, merasa cukup menjadi ahli
ibadah, menyangka orang lain salah terus, dan selalu memperlihatkan kelebihan
diri. Untuk menahannya hanya dengan bersih hati dan ikhlas rasa. Ingat, jangan
melakukan ibadah dibarengi dengan takabbur, ria, ujub, dan merendahkan orang
lain, karena ibadahnya bisa tidak jadi ibadah. Jangan merendahkan orang lain,
mengejek, menertawakan untuk mengecilkan, mencaci, mencela, memberikan
panggilan yang buruk atau laqob pada orang lain.
Jika kita dihina, bersabarlah. Dengan
kesabaran, siapa tahu yang menghina bisa sadar. Tapi jika dihina orang kita langsung
marah, maka tidak akan ada hentinya. Jika kita dihina
maka diamlah atau berkata baik. Jika direndahkan, maka janganlah berbicara
sedikitpun atau berkata baik (jangan dibalas). Kalau bukan kita sendiri, siapa
lagi yang akan merasakan sabar dan tawakkal. Perlihatkan sabar
dan biarkanlah orang lain menghina dan meledek kita. Hasil dari sabar adalah bagi kita maslahat lahir dan
bathin.
Kita diperintahkan oleh Allah
bertobat agar tidak merendahkan, mencela, memberikan panggilan yang buruk ke
orang lain agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang berlaku dzholim.
Maka sebaiknya kita yang sudah terlanjur menghina dan barang kali kita pernah
dihina/disakiti maka doakan orang itu.
Sebagaimana sabda Rosulullah,
قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
اللَّهُمَّ فَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ
سَبَبْتُهُ فَاجْعَلْ ذَلِكَ لَهُ قُرْبَةً إِلَيْكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
(صحيح البخاري)
Sabda
Rasulullah saw : “Wahai Allah, maka siapapun orang yang beriman yang pernah aku
mencelanya, maka jadikanlah hal itu baginya kedekatan pada Mu dihari kiamat”
(Shohih Bukhori)
Rosulullah
shollallahu 'alaihi wasallam menuntun kita apabila kita terlanjur mencaci atau
mencela orang lain maka berdoalah dengan doa seperti hadits tadi :
اللَّهُمَّ فَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ سَبَبْتُهُ فَاجْعَلْ ذَلِكَ
لَهُ قُرْبَةً إِلَيْكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Ya
Allah, siapa saja di antara orang mukmin yang aku caci, jadikanlah hal itu
sebagai sarana yang mendekatkan dirinya kepadaMu di hari Kiamat".
Jadi
kita doakan orang-orang yang pernah kita cela, atau mungkin kita terlanjur
mencaci maki dan telah keluar dari mulut kita cacian atau hinaan, barangkali
orang yang kita caci itu kelak menjadi orang yang lebih baik dari kita,
barangkali kelak dia adalah orang yang sangat disayangi dan dikasihani oleh Allah
subhanahu wata'ala, namun kita tidak mengetahui hal itu. Dan mungkin dia
mempunyai derajat sangat luhur di sisi Allah namun karena dia mencela orang
lain, maka jatuhlah kehormatannya di sisi Allah subhanahu wata'ala. Allah
menyayanginya namun karena ia mencela orang lain, maka Allah subhanahu wata'ala
berpaling darinya dan membuat kehormatannya terjatuh di sisi Allah subhanahu
wata'ala. Dan secara kasarnya kita ini selalu mencari muka di sisi Allah, bukan
justru mencari muka di hadapan makhluk, maksud mencari muka disini adalah
mencari kedekatan perhatian Allah. Dan sudah selayaknya kita berbuat demikian
kepada Allah subhanahu wata'ala untuk didekati Allah, untuk disayangi Allah,
untuk diampuni Allah, dan dimuliakan Allah, demikian indahnya tuntunan nabi
Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam. Maka dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar
Al As-Qolani di dalam Fathul Barri Bisyaroh Shohih Al Bukhori mensyarahkan
makna hadits ini, bahwa bukan berarti Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam
pernah mencela orang lain namun yang dimaksud adalah barangkali terlintas dalam
hati orang tersebut untuk berbuat buruk maka Allah memberinya hidayah, atau Rosulullah
ingin mengajarkan kepada para sahabat. Maka hal ini semua ulama tidak berbeda
pendapat bahwa Rosulullah tidak pernah mencela orang lain. Sungguh mulianya
tuntunan Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam.
Diriwayatkan
juga, ketika salah seorang dusun yang mabuk karena minuman keras maka ia diberi
hukuman, namun setelah itu dia mabuk lagi dan begitu seterusnya, maka para
sahabat berkata: "Laknat Allah untukmu!", maka Rosulullah berkata:
"Janganlah kalian melaknatnya, sungguh aku tau bahwa ia mencintai Allah
dan Rasul-Nya".
Namun
bukan berarti jika sudah mencintai Allah dan Rosul-Nya maka boleh
mabuk-mabukan. Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam Fathul Barri Bisyaroh
Shohih Al Bukhori menjelaskan bahwa cinta kepada Allah dan ROsulullah itu ada
tingkatan derajatnya, walaupun seseorang itu adalah orang yang banyak berbuat
dosa namun cinta kepada Allah dan Rosulullah tidak bisa terhapus oleh dosa,
meskipun banyak amal-amal yang terhapus sebab dosa, seperti sifat riya', ujub
dan yang lainnya hal itu bisa menghapus pahala, tetapi cinta kepada Allah dan
Rosul-Nya tidak bisa terhapus walaupun dengan amal yang buruk selama tidak
menyekutukan Allah subhanahu wata'ala. Dan sebagian orang berkata bahwa yang
menyekutukan Allah tidak akan diampuni dosanya. Dosanya tidak diampuni jika ia
wafat dalam keadaan masih menyekutukan Allah, namun jika ia bertobat sebelum ia
wafat maka dosanya diampuni oleh Allah, tidak ada dosa yang tidak diampuni oleh
Allah jika seseorang bertobat. Maksudnya bahwa Allah tidak mengampuni dosa
orang yang menyekutukan Allah; banyak orang yang wafat masih dalam keadaan
banyak membawa dosa namun diampuni oleh Allah, meskipun dia akan menghadapi
masalah di alam kuburnya, masalah di hisab, masalah di mizan, di neraka, namun
dosa mereka akan diampuni dan mereka akan disampaikan ke surga Allah walaupun
terlambat. Namun layaknya kita yang mendapatkan tawaran yang demikian luhur
dari Yang Maha Luhur, maka jangan tolak keluhuran yang ditawarkan kepada kita
dalam setiap detik dan saat. Renungi, tangisi dan sesali setiap nafas kita yang
lewat dalam kehinaan di masa-masa yang lalu, dan kita memohonlah kepada Allah
agar Allah menuntun kita kepada keluhuran di setiap detik kita di masa
mendatang. Jika hatimu berkata: "Aku menginginkan keluhuran, namun aku
selalu terjebak dalam dosa", maka mohonlah kepada Allah agar diberi
kemudahan dan teruslah memohon kepada-Nya, karena orang memohon kepada Allah
lalu ia kembali terjebak dalam dosa, berbeda dengan orang yang sombong dan
tidak mau meminta kepada Allah dan hanya terus berdosa. Sebagian orang dibisiki
oleh syaitan: "Jangan bertobat, jika kamu bertobat nanti kamu akan
berbuat dosa lagi, maka kamu telah munafik kepada Allah", sungguh
tidak demikian, Allah subhanahu wata'ala Maha menerima taubat. Rosulullah shollallahu
'alaihi wasallam beristighfar 70 kali sehari kepada Allah, demikian riwayat
Shohih Al Bukhori. Janganlah bosan bertobat dikarenakan terus berbuat dosa,
tetapi teruslah bertobat hingga bosan berbuat dosa. Jangan dikalahkan oleh
dosa, jika berbuat dosa maka bertobatlah, dan jika bermaksiat lagi dan tidak
mau bertobat maka kalahlah tobat oleh dosa, jadi jika terjebak lagi dalam
perbuatan dosa maka segeralah bertobat kepada Allah sampai dosa itu dikalahkan
oleh tobat.
Jika ada perbedaan diantara kita
dalam menyikapi sesuatu/permasalahan, kita serahkan pada Allah jika perbedaan
itu berlandaskan pada Al-Quran dan sunnah.
Nabi saw bersabda: "Allahhu robbuna wa robbukum lanaa a’malunaa wa
lakum a’malukum laa hujjata bainanaa wa bainakum". (Allah tuhan kita semua. Amal kita untuk kita, amal
orang lain untuk dirinya, jangan ada pertengkaran antara kita semua).
Maka jangan ada percekcokan/perselisihan/pertengkaran,
karena itu adalah wujud buruknya amal dan bisa merusak amal. Mari kita mencontoh nabi, di saat berdakwah di Tho’if,
beliau dilempari hingga berdarah, kemudian ditawari oleh malaikat supaya orang
yang melemparinya dihancurkan, kemudian nabi menjawab:”hei malaikat, kalau
orang itu dihancurkan, bagaimana nanti anaknya? Andaikan ayahnya saat ini tidak
mau, mudah-mudahan cucunya nanti mau”. Seperti itulah ketabahan rosululloh saw.
Kalau dengan orang yang kafir terhadap Allah saja, Rosulullah memberikan contoh
demikian terlebih jika kepada sesame muslim. Itulah akhlak luhurnya Rosulullah,
yang dicontohkan untuk kita sebagai umatnya.
Jangan sampai kita termasuk dalam
ancaman hadits Qudsi ini, disebut dalam hadis Qudsi, Allah berfirman:
“Barangsiapa yang tidak pasrah
terhadap takdir-Ku (ketentuan-Ku), barangsiapa yang tidak sabar terhadap cobaan
dariku, barangsiapa yang tidak bersyukur terhadap anugrah dariku, maka
keluarlah dari bawah langitku, dan carilah tuhan selainku”.
Na’udzubillah tsumma na’udzubillah
min dzalik. Semoga kita termasuk orang yang selalu berpegang pada aturan Allah
baik perintah Allah didalam al-Quran maupun dari lisan (sunnah) Sayyidina
Muhammad shollahu’alaihi wasallam. Aamiin.
Demikian. Wallahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar