Oleh:
Pray. Ksn
Bismillahirrohmaanirrohiim
Tahapan-tahapan
Sejarah Aliran Golongan Salaf Hanbaliyah
Tahapan-tahapan
secara ringkas dari masa ke masa aliran golongan salaf hanbaliyah sebagai
berikut:
Sebelum
muncul Aliran Golongan Salaf Hanbaliyah, telah ada aliran-aliran lain
diantaranya secara garis besar:
- Aliran sebelum ada Agama Islam yaitu Aliran Filsafat Yunani kuno, Majusi/Zoroaster, Hinduisme, Budhisme
- Aliran Kalam
- Aliran Khawarij
- Aliran Syi’ah
- Aliran Murji’ah
- Aliran Qadariyah
- Aliran Jabariyah
- Aliran Mu’tadzilah
- Aliran Shifatiyah
- Aliran Ahlus Sunnah Wa Al-Jama’ah Asy-ariyah dan Al-Maturidiyah
Setelah
Aliran-aliran diatas barulah muncul aliran Salaf Hanbaliyah hingga sekarang
ini.
Kalau
yang dimaksud aliran salaf dalam masalah akidah dan theologi adalah mengikuti Manhaj
Salafus Shaleh (Faham Imam Malik, Ahmad bin Hanbal), maka sebenarnya aliran
Ahlus Sunnah wal Jamaah (Asy’ariyah dan Maturidiyah) juga mengikuti manhaj
salaf tersebut. Maka bisa dikatakan dalam theologi: Aliran Salafiyah-Asy’ariyah
dan Salafiyah-Maturidiyah.
Namun
pada kenyataannya, karena sebagian orang-orang penganut Mazhab Fiqih Hanbali
masih mencurigai aliran Asy’ariyah (Bermazhab Syafii dalam Fiqih) dan
Maturidiyah (Bermazhab Hanafi dalam Fiqih) mereka tetap menentang kedua aliran
tersebut. Jadi yang dimaksud aliran salaf dalam pembahasan sekarang ini adalah
aliran salaf pengikut Mazhab Hanbali dalam fiqih atau aliran
Salafiyah-Hanbaliyah.
Istilah
aliran Salaf, sering dinisbatkan kepada para pengikut Ibnu Taimiyah (661-728 H)
yang juga bermazhab Hanbali dalam fiqih. Disamping itu dimasa sekarang ini
telah marak gerakan (Harokah) dakwah yang menamakan diri SALAFI sehingga
seakan-akan aliran Salafi ini aliran tersendiri yang berbeda dengan aliran
Ahlus Sunnah wal Jamaah, padahal kalau dalam theologi sebenarnya alirannya sama
dengan aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah (Asy’ariyah / Maturudiyah). Selanjutnya
yang dimaksud istilah aliran / kaum salaf dalam pembahasan disini adalah kaum
Salafi Hanbaliyah.
Aliran
salaf ini mengalami perkembangan, pergeseran dan metamorfosa dalam 9 periode
waktu yang diwakili oleh pemikiran tokoh-tokoh utamanya pada masing-masing
periode, yaitu :
1. Periode
Generasi Sahabat Nabi.
Pada
periode ini belum muncul yang namanya Aliran Salaf karena secara umum tiga
generasi awal ini memiliki manhaj dan karakteristik yang masih original sesuai
dengan masa kenabian, terutama dalam bidang akidah dan teologi (Ilmu kalam).
2. Periode
Imam Malik Bin Anas (91 H 167 H)
Pada
periode ini mulai muncul orang-orang yang menanyakan tentang ayat Al-Quran yang
tasybih, yaitu perbuatan Allah yang mirip dengan perbuatan mahkluk.
Suatu
hari ada orang yang menanyakan kepada Imam Malik : Bagaimana Allah ber-Istiwa
(bersemayam) diatas Arsy ?
Imam
Malik menjawab : maksud istiwa (bersemayam) telah kita ketahui, namun mengenai
bagaimana caranya kita tidak mengetahuinya. Iman kepadanya adalah wajib dan
menanyakan bagaimana caranya adalah bid’ah.
Sikap
Imam Malik yang mengimani ayat-ayat mutasyabih tanpa mau menakwilkannya itulah
ciri Aliran Salaf pada saat itu.
3. Periode
Imam Ahmad bin Hanbal ( 164 H 261 H)
Beliau
salah satu dari empat imam mazhab fiqih yang muktabar (Terkenal dan diakui).
Ciri fiqihnya adalah mengutamakan hadits dan atsar dari pada dengan qiyas. Imam
Ahmad bin Hanbal lebih suka berhujjah dengan hadits dhaif dari pada berijtihad
dengan qiyas atau ihtihsan.
Pada
masa itu Aliran Muktazilah sedang mencapai puncak kejayaannya, karena didukung
penuh oleh Khalifah Al-Mamun dari Bani Abbas. Aliran Mu’tazilah yang didukung
penguasa mengkampanyekan pemikiran bahwa Al-Quran adalah makhluk.
Semua
ulama dan rakyat dipaksa mengikuti pemikiran tersebut, semuanya tidak ada yang
berani menentang kecuali Imam Ahmad bin Hanbal, yang berpendapat bahwa Al-Quran
adalah kalamullah.
4. Periode
Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi (384 H-456)
Beliau
seorang ulama kelahiran Cordova Andalusia, mula-mula bermazhab Maliki, kemudian
berpindah bermazhab Syafi’i kemudian berpindah lagi ke Mazhab Zhahiri, yaitu berpegang
pada makna zahir ayat (Literalis).
Pada
periode sebelumnya muncul teologi Imam Abu Hasan Asy’ari (260 H-330 H), yang
pada mulanya seorang pengikut Mu’tazilah yang kemudian menyatakan keluar dari
Aliran Mu’tazilah.
Imam
Abu Hasan Asyari (Bermazhab Syafi’i dalam Fiqih) merumuskan teologi yang berpihak
kepada pemikiran ulama salaf sebelumnya yaitu (Imam Malik dan Imam Hanbali)
tapi dengan metode pembahasan yang menggunakan metode Scholastik, Ilmu Mantiq
(Iogika) kaum Mu’tazilah.
Imam
Ibnu Hazm telah mempelajari filsafat Yunani, filsafat Islam, teologi mu’tazilah,
teologi Hanbaliyah dan teologi Asy’ariyah. Imam Ibnu Hazm merumuskan teologi
Hanbali-Literalis, yang lebih memegangi makna literalis nash dan tidak
membolehkan memberi sifat kepada Allah.
Menurutnya
Allah Maha Melihat, Maha Mendengar, dsb itu adalah asma bukan sifat karena
memberi sifat kepada Allah dianggap menyerupakan Allah dengan makhluk. Ibnu
Hazm mengakui mujizat yang ada pada diri Nabi dan Rasul, namun beliau menolak
adanya karomah pada diri Wali atau orang-orang saleh.
Sikap
Literalis-Hanbalis inilah yang menjadi ciri Aliran salaf pada periode Imam Ibnu
Hazm.
5. Periode
Kaum Hanbaliyin (469 H)
Teologi
Asy’ariyah yang telah disebut sebelumnya, walaupun berpihak kepada Aliran Salaf
tetapi masih tetap dicurigai dan tidak diterima oleh ahlul hadits/ahlul atsar
dan orang-orang yang mengaku mengikuti teologi Imam Ahmad bin Hanbal.
Dengan
alasan teologi Asy’ariyah memberikan porsi yang besar kepada akal disamping itu
karen Imam Asy’ari bermazhab Syafi’i. Tampaknya pada masa itu fanatisme mazhab
telah menjalar ke tubuh umat Islam.
Sejak
masa pemerintahan Khalifah Al-Mutawakkil (205-247 H), banyak menteri yang
diangkat dari kalangan Hanbaliyin, pengikut Imam Ahmad bin Hanbal. Jadi
lingkungan istana didominasi oleh ulama-ulama Hanbaliyin.
Keadaan
seperti itu berlangsung terus sampai pada masa pemerintahan Khalifah Al-Qaim
Biamrillah (391-467 H). Salah seorang menterinya yang bernama Amid al Mulk
sampai-sampai mengeluarkan praturan-peraturan yang mendiskreditkan orang-orang
penganut Asyariyah.
Setelah
masa Khalifah Al-Mutawakkil, pengaruh orang-orang Turki mulai besar pada
pemerintahan dan militer. Banyak orang Turki yang menduduki kursi menteri dan
komandan tentara. Orang-orang turki sangat setia kepada pemimpin kaum mereka.
Demikian besarnya Kekuasaan mereka, hingga mereka bisa dengan sesuka hati
menunjuk dan mencopot Khalifah. Jadi mereka mengakui Khalifah sebagai Amirul
Mukminin sekedar dijadikan simbol dan icon, kekuasaan secara militer yang sebenarnya
ada ditangan para Sultan.
Pada
masa pemerintahan Khalifah Al Qaim Billah yang menjadi Sultan adalah Alp
Arselan (Wafat 465 H) dari Turki Seljuk, beliau mempunyai seorang wazir (Perdana
menteri) yang sangat cakap bernama Nizamul Mulk (Wafat 485 H).
Perdana
Menteri Nizamul Mulk dengan dukungan Sultan Alp Arselan mendirikan Universitas
NIZAMIYAH, pusat ilmu dan study Islam pada jaman itu. Yang menjadi pemimpin (Rektor)
Universitas Nizamiyah adalah ulama besar al-Imam Al-Haramain Dhiyauddin Abu
Al-Ma’Aliy Abdul Malik bin Syaikh Abu Muhammad Al-Juwainiy (W. 478 H atau 1085
M), penganut Asy’ariyah dan bermazhab Syafi’I (Guru dari Hujjatul Islam Abu
Hamid al-Ghazali). Nizamul Mulk dengan Universitas Nizamiyahnya menjadikan
Theologi Asy’ariyah sebagai theologi resmi dan menjadikan ajaran Asy’ariyah
satu-satunya theologi yang diajarkan. Kebijaksanaan Pedana Menteri Nizamul Mulk
yang lain adalah menghapuskan semua peraturan-peraturan yang mendiskreditkan
orang-orang Asyariyah yang pernah diberlakukan oleh menteri Amid al Mulk.
Kebijaksanaan
itu tentu saja tidak disukai oleh orang-orang Salafiah-Hanbaliyah. Pada tahun
469 H datang ke Universitas Nizamiyah seorang ulama bernama Abu Nashr bin Abu
Qasim Al Qusyairi memberikan pengajian umum yang memberi penjelasan yang
mendetail mengenai theologi Asyariah.
Hal itu
menjadi pemicu kemarahan orang-orang Hanbaliyah, maka pada tahun 469 H
terjadilah huru-hara dan keonaran besar di kota Baghdad, yang berupa tindakan
anarkis orang-orang Hanbaliyin terhadap para pendukung teologi Asyariyah
khususnya dan para penganut mazhab Imam Syafii pada umumnya.
Kaum
Hanbaliyah merusak kedai yang dijumpai menjual khamr, mematahkan papan catur,
menyerang rumah tokoh-tokoh Syafiiyah dan perbuatan anarkis lainnya, tercatat
sampai menimbulkan korban jiwa yang tentu saja dilawan oleh para pengikut
Asyariyah-Syafiiyah. Peristiwa huru-hara Kaum Hanbaliyyin di Kota Baghdad ini sangat
terkenal dalam sejarah.
Tindakan
keras dan agresif kaum Salafiah-Hanbaliyah inilah yang menjadi ciri Aliran
Salaf pada abad IV Hijriah.
6. Periode
Ibnu Taimiyah (661 H 728 H)
Seorang
ulama besar abad 7 H, nama lengkapnya Ahmad Taqiyuddin bin Syihabuddin Ibnu
Taimiyah. Kelahiran Haran Palestina, bermazhab Hanbali dalam fiqih, menguasai
hampir semua ilmu ke Islaman dan banyak mengarang kitab dalam berbagai bidang
ilmu.
Beliau
mengkritik gejala taqlid dan kemunduran ijtihad yang berjangkit pada umat,
menyerukan agar umat kembali meneladani manhaj dan perilaku para generasi
salafus-saleh. Beliau juga mengkritik pengaruh filasat Yunani, dalam pemikiran
Islam, filsafat Persia dalam konsep Imamah Syiah, penakwilan ayat-ayat
mutasyabih berdasarkan akal, dan filsafat India dalam Tasawuf (Ittihad, hulul).
Kritik
dan Fatwa Ibnu Taimiyah yang keras, tajam dan vulgar tentunya membuat merah
telinga ulama-ulama bahkan yang sama-sama bermazhab Hanbali dan pihak lain yang
tidak sependapat dengan fatwanya, termasuk para penguasa. Apalagi penguasa Bani
Buwaihi dikenal mendukung tarekat-tarekat Tasawuf. Jadi banyak pihak yang
tersinggung dan tidak senang dengan ajaran-ajaran Ibnu Taimiyah yang
disampaikan secara terbuka pada majelis-majelis pengajiannya.
Dalam
buku Rihlah Ibnu Batutah (catatan perjalanan Ibnu Batutah), salah satu sumber
sejarah yang sangat terkenal dan telah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa,
Inggris, Perancis dan Jerman, Ibnu Batutah telah melakukan perjalanan
pengembaraan selama 29 tahun kebanyak negeri-negeri mulai dari Mesir, Syria,
Palestina, Hijaz (Arab Saudi), Irak, Persia, Turki, Bukhara, Afghanistan,
India, Bangladesh, Cina, Sumatera, Indonesia dan terus ke Afrika.
Catatan
perjalanannya oleh sebagian besar ahli sejarah, dianggap cukup teliti dan
dijadikan salah satu sumber sejarah. Dalam catatan perjalanan Ibnu Batutah
diterangkan bahwa dia singgah di Damaskus Syiria dan kebetulan mendengarkan
Ibnu Taimiyah memberikan pengajian di mimbar Masjid Umayyah, Ibnu Taimiyah mengatakan:
bahwa Tuhan Allah itu duduk diatas Arsy dan dudukNya itu serupa dengan duduknya
Ibnu Taimiyah diatas mimbar. Tuhan Allah itu turun tiap-tiap akhir malam
kelangit dunia dan turunnya itu sepeti turunnya Ibnu Taimiyah dari atas mimbar
ke bawah.
Mendengar
uraian itu, pendengar jamaah pengajian menjadi ribut, kacau balau, sehingga ada
yang melempari Ibnu Taimiyah dengan sandalnya. Akhirnya perkataan Ibnu Taimiyah
sampai kepada penguasa. Ibnu Batutah memberi komentar bahwa Ibnu Taimiyah
dikenal sebagai ulama besar tetapi Fi Aqlihi Syai’un (Pikirannya guncang),
demikian keterangan Ibnu Batutah.
Namun
keterangan tersebut masih perlu diteliti lagi, bisa jadi ada kesalah pahaman
dalam menafsirkan ajaran Ibnu Taimiyah atau bisa jadi peristiwa kekacauan
Majelis pengajian beliau sudah direkayasa lawan-lawannya untuk memfitnahnya.
Ajaran
dan fatwa-fatwanya yang dianggap terlalu keras, tidak sopan dan melawan arus
menyebabkan banyak ulama dan penguasa Bani Buwaihi tersinggung dan tidak suka
kepada beliau, disamping itu ajaran theologinya dianggap cenderung kepada
anthropomorpist akhirnya menyebabkan beliau ditangkap oleh pihak penguasa dan
keluar masuk penjara, bahkan beliau meninggal dalam penjara. Pemakamannya
diiringi oleh ratusan ribu orang yang menaruh simpati kepada beliau.
Jadi
seruan kembali kepada manhaj salafus-saleh, kritik yang keras kepada taqlid dan
kemandekan ijtihad, penyimpangan aqidah (Ziarah dan berdoa di kuburan orang
suci), superioritas akal dalam pemahaman agama, konsep imamah kaum Syiah dan
penyimpangan ajaran ittihad, hulul dalam tasawuf itulah ciri khas ajaran Ibnu
Taimiyah.
7. Periode
Muhammad bin Abdul Wahab (1115 H 1206 H)
Terkenal
dengan gerakan Wahabi, yang didukung oleh Pangeran Muhammad bin Saud seorang
war lord (Kepala suku, komandan lapangan). Duet serasi ulama-penguasa ini
mengantarkan keduanya menduduki tahta kerajaan Arab Saudi.
Muhammad
bin Abdul Wahab dikenal sebagai ulama bermazhab Hanbali dan seorang penganut
dan pendukung fanatik pemikiran Ibnu Taimiyah. Setelah berkuasa, mazhab Wahabi
ini dijadikan mazhab resmi pemerintah kerajaan Arab Saudi sampai sekarang.
Gerakan wahabi berciri khas pada pemurnian akidah, tauhid dan menempuh
kekerasan.
Dari
semua periode-periode yang telah diuraikan diatas sampai pada periode Muhammad
bin Abdul Wahab dan gerakan Wahabinya, kaum Salafiyin-Hanbaliyin kalau dapat
dikatakan berbeda dan hanya keras dalam masalah aqidah dan theologi saja, tidak
sampai pada masalah fikih-amaliah, apalagi sampai pada masalah furu’iyah (Cabang)
yang khilafiah.
8. Periode
Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Beliau
seorang ulama ahli hadits abad 20 M, sangat dihormati di Kerajaan Arab Saudi.
Beliau menyerukan agar umat mempelajari Al-Quran dan Hadits serta mencela
kebiasaan taqlid, yaitu hanya mengikuti saja pendapat seorang imam tanpa
mengetahui dalil dan argumennya.
Sepeninggal
beliau timbul fenomena baru, yaitu ketika para pengikutnya mengikuti semua
perkataan Syeikh Albani, sehingga yang terjadi bukannya bebas mazhab melainkan
menjadikan beliau sebagai mazhab kelima disamping empat mazhab fiqih yang sudah
ada.
Fanatik
pada ahli hadits inilah yang menjadi ciri Aliran Salaf periode Syeikh Albani.
9. Periode
Salafi Kotemporer
Pada
masa kotemporer sekarang ini muncullah kelompok yang menamakan diri salafi.
Kelompok inilah yang mewarisi dan meneruskan Aliran Salaf seperti yang telah
diuraikan sebelumnya, tentunya dengan karakteristik yang sedikit banyak juga
mewarisi Aliran salaf periode-periode sebelumnya dengan beberapa fenomena baru
pula.
Salafi
kotemporer tidak mempunyai institusi formal, sebab mereka lebih bersifat aliran
pemikiran umum (Aliran theologi sekaligus mazhab fiqih). Kadang terdiri atas
beberapa kelompok yang masing-masing mengaku sebagai salafiyin, diantaranya :
a. Jamaah
Anshar As-Sunnah di Mesir dan Sudan.
b. Jamiyyah
Ihya At-Turats (Menghidupkan Quran & Hadits) di Kuwait.
Tapi
ada juga yang tidak berupa organisasi, melainkan pengikut tokoh ulama salafiyin
tertentu, seperti :
a. Salafiyun
Albaniyun, seperti telah disebut sebelumnya diatas (periode 8), yaitu para
pengikut Syeikh Albani.
b. Salafiyah
Politik, adalah salafiyin yang terpengaruh pemikiran Ihwanul Muslimin dalam
mengkritisi pemerintahan yang dianggap kurang berpihak pada ajaran Islam.
Kelompok
ini menentang kebijaksanaan Kerajaan Arab Saudi menempatkan tentara Amerika di
Dahran, mengkritik dukungan Kerajaan Arab Saudi kepada Sekutu pada perang Teluk
II.
Tokoh-tokohnya
diantaranya : Dr. Aidh Al Qarni, Salman Audah, Safat Al Hawali, mereka pernah ditangkap
dan dipenjara oleh penguasa Kerajaan Arab Saudi. Dr. Aidh Al Qarni setelah
dibebaskan dari penjara, lebih banyak menulis buku tentang personality
empowerment. Bukunya yang sedang Best Seller adalah La Tahzan.
c. Salafiyun
Al-Jamiyun (Salafi beringas)
Tokohnya
adalah Syeikh Rabi Al-Madkhali, kelompok ini tidak punya kreasi lain kecuali
menyalahkan dan menyerang orang lain, termasuk ulama ulama yang tidak sehaluan
dengan mereka.
Tidak
ada figur yang selamat dari serangan kelompok ini, baik ulama klasik maupun
modern. Termasuk Imam Ghazali, Imam Nawawi dan Ibnu Hajar Atsqolani hanya
karena mereka penganut teologi asyariah.
Ulama
kotemporer pun tidak segan-segan diserang, seperti : Hasan Al-Bana, Syeikh
Muhammad Al-Ghazali, DR. Yusuf Qaradhawi, Muhammad Imarah, Fahmi Huwaidi, Ali
Athj Thantawi, dll.
Kelompok
Salafi Beringas juga menulis buku yang menyerang dan membeberkan
kejelekan-kejelekan mereka, melemparkan tuduhan terhadap pemikiran dan
tingkah-laku ulama-ulama yang diluar kalangan mereka. (Dapat dilihat
dibuku-buku yang telah beredar).
Disamping
itu ada juga kelompok salafiyin pengikut Syeikh Abdul Azis bin Baz dan Syeikh
Muhammad bin Salih Al-Utsaimin.
Sudah
menjadi opini umum bahwa salafi kotemporer yang sekarang ini sedikit banyak
mewarisi ciri Aliran salaf periode sebelumya, yaitu :
1. Hanbalis-Literalis
dalam fiqih.
2. Keras
dalam masalah aqidah dan tauhid
3. Agresif
tidak toleran.
Disamping
itu, pada Salafi kotemporer muncul fenomena ciri baru, yang belum muncul pada
periode sebelumnya, yaitu :
1. Memperluas
(extend) konsep bid’ah sampai pada masalah furu’iyah-khilafiyah.
2. Memperluas
sikap keras-tidak toleran pada masalah furu’iyah-khilafiyah.
3. Meng-generalisir
seluruh tasawuf adalah sesat. (Bandingkan dengan Ibnu Taimiyah yang hanya
mengkritik konsep ittihad dan hulul dalam tasawuf).
Demikianlah
secara ringkasnya. Wallahua’lam.
Terimakasih tulisan ringkas tapi dapat memberi informasi yang jelas dan mudah dipahami sangat bermamfaat bagi orang yang ingin tau apa itu salafy
BalasHapus