Bismillahirrohmaanirrohiim.
Sebagai Umat Islam (Muslim) mencintai Rosulullah Sholallahu’alaihi wasallam adalah sebuah keharusan yang tidak boleh terlepaskan hingga mencintai beliau melebihi makhluk apapun. Cinta Rosul tidak boleh padam, karena ketika cinta pada Rosulullah SAW padam, maka gairah Islam pun bakal redup, pada ujungnya kita tidak bakal mencecap kelezatan ruhani dalam menjalani agama. Ada orang yang tekun beribadah, tetapi karena tidak disertai energi cinta pada Rosulullah Muhammad SAW, niscaya ia tidak bisa merengkuh mutiara agama dari cangkangnya. Bahkan tak jarang ada orang yang dibelenggu oleh konflik yang muncul dari dalam dirinya sendiri, sehingga tidak bisa menjalin harmoni yang indah dengan diri dan sesama.
Suatu kisah yang amat menarik,
ada orang yang tekun beribadah, bahkan dia mengklaim hidupnya dipandu al-Qur’an
dan Hadist, hanya saja kenyataan hidup dirasakan tetangganya tidak pernah
memancar kedamaian darinya, terbukti dia tidak pernah bisa mengambil hati
tetangga. Dia terkenal oversensorship terhadap ajaran-ajaran yang dikatakan
tidak selaras dan al-Qur’an dan as-Sunnah. Namun, cara dakwah yang dilakukan
tidak mengundang simpati, malahan menuai kontroversi dan kebencian dari
masyarakat sekitar. Karena dia tidak bisa memoles dan menikmati suasana
kondusif, dia sering pindah dari satu perumahan ke perumahan yang lain, dari
satu kota ke kota yang lain. Mengapa mereka mengalami konflik batin, ya karena
tidak pernah tersambung dalam jalinan cinta pada Rosulullah Muhammad SAW.
Cinta Rosul menjadi modalitas
untuk bisa menumbuhkan cinta dalam diri setiap orang, yang kemudian merambat
pada sesama dan kehidupan. Bagaimana bisa memekarkan bunga cinta pada
Rosulullah Muhammad SAW dalam hati? Selain melaksanakan perintah beliau dan
mengikuti syi’ar syi’ar agama juga harus selalu mendekati orang-orang sholeh
yang dapat mengingatkan kita pada Allah SWT. Yaitu para ulama, para habaib dan
orang-orang yang memancarkan cahaya ilahi. Seorang habib yang ceramah-ceramahnya
menggetarkan jiwa, meruntuhkan kebekuan iman, dan membuka gerbang kesadaran
baru tentang kecintaan pada Rosul yang Agung. Yang menampilkan kesederhanaan, melihat
penampilan busananya kita mengingatkan laksana berada pada zaman Rosulullah,
baik dari gamisnya, penutup kepalanya hingga kerapihannya yang begitu mempesona
dengan kesederhanaan yang melekat pada penampilannya. Siapapun yang melihat itu
merasakan mendapatkan pantulan Rosulullah SAW dari para keturunan yang
disucikan itu. Jelas saja karena kakeknya selalu didoakan oleh Rosulullah
hingga dimuliakan oleh Rosulullah dengan panggilan mulia “sayyid” pada
Sayyidina Hasan. Maka Rosulullah bersabda:
اِبْنِيْ
هَذَا سَيِّدٌ، وَلَعَلَّ اللهَ يُصْلِحُ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيْمَتَيْنِ
مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Sesungguhnya anakku ini adalah
Sayyid (pemimpin). Semoga melalui perantaraannya Allah akan mendamaikan dua
kelompok besar kaum muslimin”
Bersholawat selalu, senyum. Menatap
para habaib saat memuja-memuja Rosulullah SAW meresapkan kebahagiaan tersendiri
bagi diri yang melihat dan mendengarkannya. Tercermin dari wajah yang
berseri-seri dan kelembutannya dalam berdakwah dan mengajak orang, tak ada
wajah sangar yang kita lihat dari habaib yang berdakwah. Mereka telah disuluh
dengan cahaya kelembutan Rosul, karena itu dakwah yang dilakukan mereka lebih
mengedepankan akhlak luhur dan sikap yang punya daya interesting. Sehingga
makin masuk dalam jantung kecintaan pada Rosulullah Muhammad SAW. Karena mereka
melihat jejak para kakek-kakeknya dalam berdakwah, Sayyidina Ali k.w, Sayyidina
Hasan, Sayyidina Husein, Al Imam Ahmad Al Muhajir bin Ahmad bin Isa 'alaihi
rahmatullah yang dari keturunannya para Wali Songo, sayyid Al Faqih Muqaddam
Muhammad bin Ali Ba'alawy pimpinan thoriqoh 'alawiyah mematahkan pedangnya dan
berkata: "Mulai saat ini keturunanku tidak akan lagi turun ke dalam kancah
peperangan, pertempuran atau perebutan kepemimpinan", demikian perbuatan
sayyidina Al Faqih Muqaddam Muhammad bin Ali Ba'alawy, yang ingin berdakwah
bukan dengan jalur kekerasan hingga keturunan Rosulullah saat ini dari jalur
keturunan yang berbeda-beda. Siapapun yang melihat dan mendengarkan walaupun
hanya lewat TV atau CD atau bertatap langsung dapat kita diperkenalkan tentang
cinta pada Rosulullah Muhammad SAW, tetapi kita dapat menyibak tirai keajaiban
keturunan Rosulullah dari para Habaib yang tidak pernah lepas dari busana
akhlak yang dipergunakan beliau SAW, salah satunya dermawan. Beliau benar-benar
berusaha bagaimana bisa memuaskan jamaah yang hadir.
Cermin akhlak Rosulullah SAW
sebagian bisa dilihat dari akhlak yang terlukis dari keturunan beliau. Dan
kalau kita mencintai Rosulullah SAW, maka kita harus mencintai keturunannya.
Karena dari keturunan Rosulullah, ilmu hikmah mengalir dengan deras yang
membikin orang menemukan keindahan agama, tanpa harus merasa kesulitan. Bergaul
dengan keturunan Rosulullah SAW, kita bakal mendapati agama yang humanis,
mengedepankan akhlak yang agung, tak pernah sedikit pun menyalahkan apalagi
mencemoohkan orang lain. Rasa cinta pada beliau SAW makin bergelora ketika
melihat pantulan akhlak Rosulullah yang terpancar pada pribadi-pribadi Habaib. Kita
melihat senyum indah melulu menghiasi wajah mereka. Ada keguyupan dan
kebersatuan dalam komunitas mereka, selain mereka dengan suka cita berbaur
bersama orang-orang di luar komunitas habaib. Ini membuktikan, demi bisa
menggelar dakwah lebih luas diharuskan berbaur dengan masyarakat yang berbeda
latar belakang tradisi, tetapi tetap mengacu pada cara-cara yang telah
dicontohkan oleh Rosulullah Muhammad SAW. Islam dicitrakan sebagai agama
inklusif, terbuka terhadap tradisi dan latar belakang apapun. Mengapa demikian?
Karena islam digelar oleh utusan yang berprinsip rohmatan lil ‘alamin (Rahmat
bagi semesta alam).
Mengikuti syi’ar-syi’ar agama misalnya
maulid ataupun acara syi’ar lainnya, tidak sekadar bisa mengejawantahkan rasa
kerinduan dan cinta pada Rosulullah Muhammad SAW lewat pembacaan sholawat
bersama, tetapi bisa membangun jalinan ukhuwah atau pergaulan dengan orang yang
berasal dari trah yang mulia, trah Rosulullah Muhammad SAW. Bukankah yang
ditinggalkan Nabi ada tiga, yakni al-Qur’an, Hadist, dan keturunan beliau yang
suci. Al-Qur’an dan hadist sebuah konsep agama yang mati, tetapi keturunan
beliau yang dipasoki nilai-nilai agama tetap hidup, dan mengikuti jalan dakwah
yang pernah dirintis beliau Saw. Semoga kita makin bisa meneguhkan cinta pada
Rosulullah Muhammad SAW dengan cara bershalawat dan diperkenankan bergaul
dengan keturunan Nabi Muhammad Saw.
Demikian. Wallahua’lam.
Asalamualaikum wr wb,Bang ane ijin copas ya
BalasHapusAssalamu'alaikum,
BalasHapusSaya izin copy foto nya ya
Sangat bagus menambah kecintaan saya pada rasulallah ..semoga saya bisa bertemu para habaib secara langsung sebelum wafat.
BalasHapus