Bismillahirrohmaanirrohiim.
Didalam Kitab Shohih Al-Buhkhori Rosulullah berdoa:
قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا
الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ
(صحيح
البخاري)
“Wahai Allah, jadikan kami
mencintai Madinah, seperti kami mencintai Makkah atau lebih dari mencintai
Makkah.” (Shohih Al Bukhori)
Menunjukkan bahwa mencintai
Madinah Al Munawwaroh lebih dari kecintaan kepada Makkah Al Mukarromah maka hal
itu diperbolehkan, bukan justru hal yang syirik. Memuliakan Rosulullah bukan
pengkultusan sebagaimana Kaum Nasr.ani yang menjadikan Nabi Isa ‘Alaihisalam
sebagai Tuhan, melainkan hal itu memuliakan Rosulullah adalah bentuk kecintaan
sekaligus mencintai atas perintah Allah. Memuliakan tempat-tempat yang
dimuliakan, memuliakan ilmu, memuliakan ahli ilmu adalah hal yang diajarkan
oleh Rosulullah Sholallahu’alaihi wasallam.
Mereka dahulu,
Hikayat kisah Imam Malik (Madzhab
Malikiy).
Rosulullah saw., bersabda: “Anak
Adam tidak mengisi tempat yang lebih buruk dari pada perutnya. Anak Adam itu
sudah cukup dengan beberapa suap yang menguatkan tulang punggungnya. Jika ia
tidak mau (tidak cukup), maka dengan seperti makanan, dan dengan seperti
minuman, dan sepertiga yang lain untuk dirinya.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan
Al-Hakim).
Imam Malik r.a makan hanya sekali
dalam sehari dan ia pun hanya buang hajat sekali dalam seharinya. Dan Imam
Malik r.a tidak pernah membuang hajatnya di Madinah, karena menjaga adab
kepada Rosulullah SAW. Ia berkata, “Sungguh aku malu untuk membuang kotoranku
di tempat yang mungkin Rosulullah SAW pernah menapakkan kaki beliau di atasnya
atau duduk padanya”. Imam Malik pun tak pernah menggunakan alas kaki di
Madinah dan tidak pernah pula mengendarai hewan tunggangannya di sekitarnya,
untuk menjaga adab kepada Rosulullah SAW. Ia hanya sekali berada di atas hewan
tunggangan di Madinah pada saat ia ditangkap untuk dipenjarakan secara paksa
dan dholim oleh penguasa kala itu. Imam Malik r.a dinaikkan di atas hewan
tunggangan dengan kondisi badan terbalik, tak beralas kaki, dan kepala terbuka,
untuk dipermalukan di sepanjang jalan kota Madinah. Bila datang waktu untuk
buang hajat, Imam Malik r.a senantiasa keluar dari Madinah atau akhir dari
batas Masjid Nabawi saat ini.
Diriwayatkan oleh para ulama, di
majelisnya, di Roudhoh, Imam Malik mengajarkan hadits Rosulullah SAW. Bila
ingin menyampaikan pelajaran tentang hari-hari Arab atau syair-syairnya, ia
mengajarkannya begitu saja. Akan tetapi apabila hendak mengajarkan ihwal
hadits Rosulullah SAW atau dimintai suatu hadits Nabi SAW, Imam Malik r.a mandi
terlebih dahulu, memakai wewangian, dan mengenakan pakaian terbaik yang ia miliki,
kemudian duduk dan mulai mengimlakan (menulis) atau membacakan hadits-hadits
berdasarkan periwayatannya.
Suatu hari Imam Malik menyampaikan
hadits Nabi SAW, tiba-tiba tampak wajahnya berubah menjadi pucat dan memerah,
keringat pun terlihat bercucur.an diwajahnya. Akan tetapi ia tidak menghentikan
pelajarannya menyampaikan hadits Rosulullah SAW hingga selesai. Setelah usai
menyampaikan hadits Nabi SAW, Imam Malik berkata kepada salah satu murid yang
jaraknya paling dekat dari tempatnya duduk, “Coba lihat apa yang ada di balik
bajuku ini.” Murid itu pun dengan segera melihat punggung Imam Malik. Betapa
terkejutnya si murid, karena ia mendapati seekor kalajengking telah menggigit
punggung Imam Malik dengan tujuh belas gigitan di tempat yang berbeda.
Murid-murid pun terperanjat menyaksikan kejadian itu. Mereka berkata, “Wahai
Guru, mengapa engkau tidak memberi tahu kami ketika kalajengking itu baru
menggigit Guru?” Imam Malik berkata, “Sungguh aku teramat malu untuk memotong
hadits Rosulullah SAW hanya karena sengatan kalajengking”.
Betapa memuliakan tempat yang
dimuliakan, memuliakan hadits nabi, memuliakan ahli ilmu.
Demikian. Wallahua’lam.
Sungguh menyentuh
BalasHapusSungguh menyentuh
BalasHapus