2 Desember 2013

MEMULIAKAN ROSULULLAH DAN KOTA MADINAH

Oleh: Pray. Ksn

Bismillahirrohmaanirrohiim.

Didalam Kitab Shohih Al-Buhkhori Rosulullah berdoa:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ
(صحيح البخاري)

“Wahai Allah, jadikan kami mencintai Madinah, seperti kami mencintai Makkah atau lebih dari mencintai Makkah.” (Shohih Al Bukhori)

Menunjukkan bahwa mencintai Madinah Al Munawwaroh lebih dari kecintaan kepada Makkah Al Mukarromah maka hal itu diperbolehkan, bukan justru hal yang syirik. Memuliakan Rosulullah bukan pengkultusan sebagaimana Kaum Nasr.ani yang menjadikan Nabi Isa ‘Alaihisalam sebagai Tuhan, melainkan hal itu memuliakan Rosulullah adalah bentuk kecintaan sekaligus mencintai atas perintah Allah. Memuliakan tempat-tempat yang dimuliakan, memuliakan ilmu, memuliakan ahli ilmu adalah hal yang diajarkan oleh Rosulullah Sholallahu’alaihi wasallam.

Mereka dahulu,
Hikayat kisah Imam Malik (Madzhab Malikiy).

Rosulullah saw., bersabda: “Anak Adam tidak mengisi tempat yang lebih buruk dari pada perutnya. Anak Adam itu sudah cukup dengan beberapa suap yang menguatkan tulang punggungnya. Jika ia tidak mau (tidak cukup), maka dengan seperti makanan, dan dengan seperti minuman, dan sepertiga yang lain untuk dirinya.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim).

Imam Malik r.a makan hanya sekali dalam sehari dan ia pun hanya buang ha­jat sekali dalam seharinya. Dan Imam Malik r.a tidak pernah membuang ha­jatnya di Madinah, karena menjaga adab kepada Rosulullah SAW. Ia berkata, “Sungguh aku malu untuk membuang ko­toranku di tempat yang mungkin Ro­sulullah SAW pernah menapakkan kaki beliau di atasnya atau duduk padanya”. Imam Malik pun tak pernah meng­gunakan alas kaki di Madinah dan tidak pernah pula mengendarai hewan tung­gangannya di sekitarnya, untuk menjaga adab kepada Rosulullah SAW. Ia hanya sekali berada di atas hewan tunggangan di Madinah pada saat ia ditangkap untuk dipenjarakan secara paksa dan dholim oleh penguasa kala itu. Imam Malik r.a di­naikkan di atas hewan tunggangan dengan kondisi badan terbalik, tak beralas kaki, dan kepala terbuka, untuk di­permalukan di sepanjang jalan kota Madinah. Bila datang waktu untuk buang hajat, Imam Malik r.a senantiasa keluar dari Madinah atau akhir dari batas Masjid Nabawi saat ini.

Diriwayatkan oleh para ulama, di ma­jelisnya, di Roudhoh, Imam Malik meng­ajarkan hadits Rosulullah SAW. Bila ingin menyampaikan pelajaran tentang hari-hari Arab atau syair-syairnya, ia meng­ajarkannya begitu saja. Akan tetapi apabila hendak mengajarkan ihwal hadits Rosulullah SAW atau dimintai suatu hadits Nabi SAW, Imam Malik r.a mandi terlebih dahulu, memakai wewa­ngian, dan mengenakan pakaian terbaik yang ia miliki, kemudian duduk dan mulai mengimlakan (menulis) atau membacakan hadits-hadits berdasarkan periwayatannya.

Suatu hari Imam Malik menyam­pai­kan hadits Nabi SAW, tiba-tiba tampak wajahnya berubah menjadi pucat dan me­merah, keringat pun terlihat bercu­cur.an diwajahnya. Akan tetapi ia tidak meng­hentikan pelajarannya menyam­paikan hadits Rosulullah SAW hingga selesai. Setelah usai menyampaikan hadits Nabi SAW, Imam Malik berkata kepada salah satu murid yang jaraknya paling dekat dari tempatnya duduk, “Coba lihat apa yang ada di balik bajuku ini.” Murid itu pun dengan segera melihat punggung Imam Malik. Betapa terkejut­nya si murid, karena ia mendapati seekor kalajengking telah menggigit punggung Imam Malik dengan tujuh belas gigitan di tempat yang berbeda. Murid-murid pun terperanjat menyaksikan kejadian itu. Mereka berkata, “Wahai Guru, me­ngapa engkau tidak memberi tahu kami ketika kalajengking itu baru menggigit Guru?” Imam Malik berkata, “Sungguh aku teramat malu untuk memotong hadits Rosulullah SAW hanya karena sengatan kalajengking”.

Betapa memuliakan tempat yang dimuliakan, memuliakan hadits nabi, memuliakan ahli ilmu. 

Demikian. Wallahua’lam.


2 komentar: